halaqah 11-15

Halaqah yang ke-11 dari Silsilah Belajar Tauhid adalah tentang “Ar-Ruqyah (Jampi-jampi)”
Ruqyah yaitu bacaan yang dibacakan kepada orang yang sakit supaya sembuh. Bacaan ini diperbolehkan selama tidak ada kesyirikan. 

عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺮْﻗِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﻴْﻒَ ﺗَﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻋْﺮِﺿُﻮﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺭُﻗَﺎﻛُﻢْ ﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟﺮُّﻗَﻰ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻓِﻴﻪِ ﺷِﺮْﻙٌ 


Dari ‘Auf bin Mālik radiyallāhu ‘anhu berkata; Kami dahulu meruqyah di zaman Jahiliyyah, maka kami bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, “Yā Rasūlullāh, apa pendapatmu tentang ruqyah ini?” Rasūlullāh ﷺ bersabda : “Perlihatkanlah kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, sesungguhnya ruqyah tidak mengapa selama tidak ada kesyirikan”. (HR. Abū Dāwūd, dishahīhkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh).

Ruqyah yang tidak ada kesyirikan seperti ruqyah dari: 

• Ayat-ayat AlQur’an 
• Do’a-do’a yang diajarkan Nabi ﷺ dan ini lebih utama. 
• Do’a-do’a yang lain yang diketahui kebenaran maknanya baik dengan bahasa Arab maupun dengan selain bahasa Arab. 

Kemudian hendaknya orang yang meruqyah ataupun yang diruqyah meyakini bahwasanya ruqyah hanyalah SEBAB semata, tidak berpengaruh dengan sendirinya dan tidak boleh seseorang bertawakal kepada sebab tersebut. 

Seorang Muslim mengambil sebab dan bertawakkal kepada Dzat yang menciptakan sebab tersebut yaitu Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Ruqyah yang mengandung kesyirikan adalah jampi-jampi atau bacaan yang mengandung permohonan kepada selain Allāh, entah kepada seorang jin ataupun seorang wali sekalipun, biasanya disebutkan disitu nama-nama mereka. 

Tidak jarang jampi-jampi seperti ini dicampur dengan ayat-ayat Al-Qurān atau dengan nama-nama Allāh atau dengan kalimat yang berasal dari bahasa Arab, tujuannya adalah satu yaitu untuk mengelabui orang-orang yang jahil dan tidak tahu. ruqyah yang mengandung kesyirikan telah dijelaskan oleh Rasūlullāh ﷺ dalam sabda Beliau : 

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﻭَﺍﻟﺘَّﻤَﺎﺋِﻢَ ﻭَﺍﻟﺘِّﻮَﻟَﺔَ ﺷِﺮْﻙٌ 


’’Sesungguhnya jampi-jampi dan jimat-jimat dan juga pelet adalah syirik’’. (HR. Abū Dāwūd, Ibnu Mājah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh)
Halaqah yang ke-12 “Berdo’a Kepada Selain Allāh Adalah Syirik Besar”.

Berdo’a kepada Allāh adalah seseorang menghadap Allāh dengan maksud supaya Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mewujudkan keinginannya, baik dengan meminta atau dengan merendahkan diri, mengharap dan takut kepada Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Berdo’a dengan makna di atas adalah ibadah. 

Berkata An-Nu’mān Ibnu Basyīrin radhiyallāhu ‘anhu, “Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda : ‘Do’a adalah ibadah, ’Kemudian Beliau ﷺ membaca ayat: 

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺑُّﻜُﻢُ ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ۚ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ 

“Dan Rabb kalian berkata, ‘Berdo’alah kalian kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan kalian. Sesungguhnya orang- orang yang sombong dari beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk ke dalam neraka jahanam dalam keadaan terhina’.” (Ghāfir:60) (HR. Abū Dāwūd, Tirmidzi, Nasāi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullāh). 

Dan makna “beribadah kepadaKu” adalah “berdoa kepadaKu”. 

Apabila do’a adalah ibadah yang merupakan hak Allāh semata, maka berdo’a kepada selain Allāh dengan merendahkan diri di hadapannya, mengharap dan juga takut kepadanya, sebagaimana ketika dia mengharap dan takut kepada Allāh adalah termasuk syirik besar. 

Dan termasuk jenis do’a adalah: 

⑴ Istighātsah (meminta dilepaskan dari kesusahan) 
⑵ Isti’ādzah (meminta perlindungan) 
⑶ Isti’ānah (meminta pertolongan) 

Apabila di dalamnya ada perendahan diri, pengharapan dan takut, maka ini adalah ibadah, hanya diserahkan kepada Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى semata. Dan perlu kita ketahui bahwasanya boleh seseorang beristighātsah, beristi’ādzah, beristi’ānah kepada seorang makhluk dengan 4 syarat: 

⑴ Makhluk tersebut masih hidup. 
⑵ Dia berada di depan kita atau bisa mendengar ucapan kita. 
⑶ Dia mampu sebagai makhluq untuk melakukannya. 
⑷Tidak boleh seseorang bertawakkal kepada sebab tersebut, akan tetapi bertawakkal kepada Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang menciptakan sebab. 

Orang yang beristighātsah, beristi’ādzah atau beristi’ānah kepada orang yang sudah mati atau kepada orang yang masih hidup akan tetapi tidak berada di depan kita atau tidak mendengar ucapan kita atau meminta makhluk perkara yang tidak mungkin melakukan kecuali Allāh, maka ini termasuk syirik besar. 
Halaqah yang ke-13 dari silsilah kita kali ini adalah tentang Syafā’at.

Syafā’at adalah meminta kebaikan bagi orang lain di dunia maupun di akhirat. Allâh dan Rasul-Nya telah mengabarkan kepada kita tentang adanya syafā’at pada hari kiamat. Diantara bentuknya adalah bahwasanya Allāh mengampuni seorang muslim dengan perantara do’a orang yang telah Allāh izinkan untuk memberikan syafa’at.

Syafa’at akhirat ini harus kita imani dan kita berusaha untuk meraihnya. Dan modal utama untuk mendapatkan syafā’at akhirat adalah bertauhid dan bersihnya seseorang dari kesyirikan. Rasūlullāh ﷺ bersabda ketika beliau mengabarkan tentang bahwasanya beliau memiliki syafā’at pada hari kiamat, beliau mengatakan:

فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ الله مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لا يُشْرِكُ بِالله شَيْئًا

“Syafa’at itu akan didapatkan insyā’ Allāh oleh setiap orang yang mati dari umatku yang tidak menyekutukan Allāh sedikitpun.” (Hadits Shahih Riwayat Muslim)

Merekalah orang-orang yang Allāh ridhai karena ketauhidan yang mereka miliki. Allâh berfirman:

…وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ…

“…Dan mereka (yaitu para nabi para malaikat & juga yang lain) tidak memberikan syafā’at kecuali bagi orang-orang yang Allāh ridhai…”. (Al-Anbiyaa’ 28)

Syafā’at di akhirat ini berbeda dengan syafā’at di dunia. Karena seseorang pada hari kiamat tidak bisa memberikan syafā’at bagi orang lain kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, sampai meskipun dia seorang nabi atau seorang malaikat sekalipun. Sebagaimana firman Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى :

ﻣَﻦ ﺫَﺍ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻳَﺸْﻔَﻊُ ﻋِﻨﺪَﻩُۥٓ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِۦ ٓ

“Tidaklah ada yang memberikan syafa’at di sisi Allāh تَعَالَى kecuali dengan izin-Nya.” (Al-Baqarah 255)

Oleh karena itu permintaan syafā’at hanya ditujukan kepada Allāh, Zat yang memilikinya. Seperti seseorang mengatakan dalam yang do’anya, “Ya Allāh, aku meminta syafa’at Nabi-Mu.” Ini adalah cara meminta syafā’at yang diperbolehkan.

Bukan dengan meminta langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ seperti mengatakan, “Yaa Rasūlullāh, berilah aku syafā’atmu.” Atau dengan cara menyerahkan sebagian ibadah kepada makhluk dengan maksud meraih syafā’atnya. Karena cara seperti ini adalah cara yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin zaman dahulu.

Allāh سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:

ﻭَﻳَﻌْﺒُﺪُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻀُﺮُّﻫُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﻳَﻨْﻔَﻌُﻬُﻢْ ﻭَﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻫَٰﺆُﻟَﺎﺀِ ﺷُﻔَﻌَﺎﺅُﻧَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺗُﻨَﺒِّﺌُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺑِﻤَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ۚ ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰٰ ﻋَﻤَّﺎ ﻳُﺸْﺮِﻛُﻮﻥ

“Dan mereka menyembah kepada selain Allāh, sesuatu yang tidak memudharati mereka dan tidak pula memberikan manfaat & mereka berkata: “Mereka adalah pemberi syafa’at bagi kami disisi Allāh”. Katakanlah: “Apakah kalian akan mengabarkan kepada Allāh sesuatu yang Allāh tidak ketahui di langit maupun di bumi?”. Maha Suci Allāh dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.” (Yunus 18)

Halaqah 14 | Berlebihan Terhadap Orang Shaleh adalah Pintu Kesyirikan
Orang yang shaleh adalah orang yang baik dalam mengikuti syariat Allah baik dalam aqidah, ibadah, maupun muamalah. Mereka memiliki derajat yang berbeda-beda disisi Allah. Kita sebagai seorang muslim diperintahkan untuk mencintai mereka. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka dalam kebaikan. Berteman dan bermajelis dengan mereka adalah sebuah keberuntungan. Membaca perjalanan hidup mereka bisa menambah keimanan dan meneguhkan hati kita.

Menghormati mereka adalah diperintahkan selama masih dalam batas-batas yang diizinkan oleh agama. Namun, berlebih-lebihan terhadap orang yang sholeh seperti mendudukkan mereka diatas kedudukan manusia seperti mensifati mereka dengan sifat-sifat yang tidak pantas kecuali untuk Allah maka itu hukumnya haram. Tidak diperbolehkan menurut agama karena menjadi pintu terjadinya kesyirikan dan penyerahan sebagian ibadah kepada selain Allah.

Mencintai Rasulullah melebihi cinta kepada orang tua, anak, dan semua manusia adalah sebuah kewajiban agama sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits. Rasulullah bersabda :

 لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Tidak beriman seorang diantara kalian, hingga aku (Rasulullah lebih ia cintai dari ayahnya, anak, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari)

Namun beliau melarang kita berlebih-lebihan terhadap beliau dengan mendudukkan beliau diatas kedudukan beliau yang sebenarnya yaitu sebagai hamba Allah dan seorang Rasul.

Beliau bersabda :

 لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku seperti orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari)

Beliau adalah seorang hamba maka tidak boleh disembah dan beliau adalah seorang Rasul mereka dan tidak boleh dicela dan diselisihi. Apabila berlebih-lebihan terhadap sebaik-baik manusia yaitu Rasulullah tidak diperbolehkan maka bagaimana dengan yang lain. 

Dan diantara bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang yang sholeh adalah meyakini bahwasanya mereka mengetahui ilmu ghoib atau membangun diatas kuburan mereka atau beribadah kepada Allah di samping kuburan mereka dan yang paling parah adalah menyerahkan sebagian ibadah kepada mereka. Semoga Allah melapangkan hati kita untuk menerima kebenaran.

Halaqah 15 | Sihir
Sihir bermacam-macam jenisnya dan sihir yang merupakan kesyirikan adalah sihir yang terjadi dengan meminta pertolongan kepada setan dan setan tidak akan menolong seseorang kecuali setelah melakukan perkara yang dia ridhai yaitu kufur kepada Allah dengan cara menyerahkan sebagian ibadah kepada setan tersebut atau menghinakan Al-Qur’an  atau dengan mencela agama dan lain-lain.

Allah berfirman :

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS. Al-Baqarah : 102)

Rasulullah bersabda :

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” (HR. Al-Bukhari no. 2560 dan Muslim no. 129)

Hukuman bagi tukang sihir jenis ini adalah hukuman mati bila dia tidak bertobat sebagaimana telah dicontohkan oleh para sahabat. Dan yang berhak untuk melakukan hukuman tersebut adalah pemerintah yang sah dan bukan individu.

Mempelajari sihir termasuk perkara yang diharamkan bahkan sebagian ulama menghukumi pelakunya keluar dari Islam. Demikian pula meminta supaya disihirkan juga perbuatan haram karena Rasulullah mengabarkan :

لَيْسَ مِنَّا من تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ له أو تَكَهَّنَ أو تُكُهِّن له أو سَحَرَ أو سُحِرَ له
“Bukan dari golonganku (Rasulullah) orang yang mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya atau minta diundikan untuknya, meramal sesuatu yang ghaib (dukun) atau minta diramalkan untuknya atau melakukan sihir atau minta disihirkan untuknya”. (dinyatakan oleh Al Bazar dalam musnadnya dan dishohihkan oleh syaikh Al Albani).

Seorang muslim hendaknya mengambil sebab untuk membentengi diri dari sihir diantaranya adalah dengan membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan seperti dzikir pagi dan petang, dzikir-dzikir setelah shalat 5 waktu, dzikir akan tidur, mau makan, keluar rumah, masuk rumah, masuk dan keluar kamar kecil, dll.

Dan membersihkan diri dan juga rumah dari perkara-perkara yang membuat ridho setan seperti jimat-jimat, music-musik, gambar makhlu bernyawa, dll. Dan apabila Qadarullah terkena sihir maka hendaknya ia bersabar, merendahkan diri kepada Allah, memohon darinya kesembuhan, dan berpegang dengan ruqyah-ruqyah yang disyariatkan dan jangan sekali-kali dia berusaha untuk menghilangkan sihir dengan cara meminta bantuan jin baik secara langsung maupun lewat bantuan dukun, paranormal,dan semisal mereka. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari segala kejelakan di dunia dan di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar